Selasa, 23 Oktober 2018

Refleksi Filsafat Pendidikan Tanggal 26 September 2018


Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan
Pertemuan       : Ketiga
Dosen              : Prof. Dr. Marsigit, MA
Hari, Tanggal  : Rabu, 26 September 2018
Ruangan          : R.1.18 Gd. I.01
Waktu             : 13.00-14.40
Nama               : Muhammad Fendrik
NIM                : 18706261001
Program Studi : S3 Pendidikan Dasar

Dengan ikhtiar dan kemampuan yang diberikan Tuhan kita dapat membangun apa saja. Filsafat itu sensitif terhadap dimensi, strata, level, perbedaan, dan kedudukan. Sifat membangun sifat, gempa itu sifat yang menghasilkan Tsunami dan bisa juga dikatakan Tsunami menghasilkan gempa. Manusia, burung, tumbuhan dapat membangun rumah.
Hidup atau dunia ini sebetulnya adalah satu sifat yang menimpa sifat yang lain. Antara ikhtiar dan takdir itu saling berinteraksi. Takdir yang diadakan dan ditiadakan itu berbeda.
Persoalan tentang filsafat pada dasarnya adalah tentang kedudukan yang hakiki dan konseptual tentang keberadaan objek-objek. Epistemologi membahas tentang bagaimana kedudukan tersebut dalam pikiran manusia. Kedudukan filsafat semacam ini adalah sebuah bentuk pola pikir. Yang menjadi fokus adalah bagaimana memanfaatkan pola pikir berfilsafat ini untuk membangun dunia. Filsafat dapat merangkum semua hal yang ada di dunia serta segala sesuatu yang digunakan untuk membangun dunia dengan satu frasa, yaitu “A dan bukan A”.  A adalah sembarang, sedang bukan A adalah antitesis dari A yang telah mencakup segala sesuatu yang ada di dunia, hal tersebut telah mencakup semuanya tanpa terkecuali, bahkan anak semut yang belum lahir juga sudah termasuk di dalamnya. Filsafat dibelajarkan melalui bahasa, bahasa yang digunakan adalah bahasa analog. Dalam filsafat analog mengandung unsur ikonik, yaitu filsafat penuh dengan makna-makna mendalam yang tersirat. Bahasa filsafat penuh dengan kiasan, oleh karena itu untuk memahami filsafat perlu pemikiran yang mendalam dan radikal.
Dimensi dunia ada 4 yaitu titik, garis, ruang, dan spiritual. Dimensi keempat ini adalah sesuatu yang bersifat non fisik, tentang kepercayaan, dan keimanan. Dimensi keempat ini dihuni oleh malaikat, setan, jin, dan lain lain yang metafisik. Dimensi keempat ini meskipun tidak dapat diindrawi secara sadar, akan tetapi ada di dalam pikiran manusia. Kuncinya memahami dunia adalah tentang kesadaran. Saat manusia sedang tidur, kesadarannya akan berkurang. Dunianya berubah menjadi dunia ketidaksadaran, yaitu dunia mimpi. Dunia mimpi adalah perpaduan realita dan pikiran manusia. Dunia mimpi bukanlah sebuah alam sadar, meskipun kita terkadang tidak tahu saat kita bermimpi, ini mimpi atau nyata. Namun demikian, ada salah satu cara untuk membedakannya yaitu dengan cara bertanya. Bertanya adalah sebuah analogi tentang ada, karena bertanya adalah sebuah proses berpikir.
Proses berpikir seyogyanya berlandaskan kepada doa, hati, akidah, dan spiritualitas kuasa Allah SWT. Berpikir filsafat sangat penting untuk memegang teguh spiritualisme, karena dengan berfilsafat seseorang untuk lebih dekat dengan Tuhan, atau bahkan mungkin menjauh dari Tuhan. Harapannya tentu adalah filsafat ini dapat meningkatkan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah sebuah persamaan yang hakiki di dunia. Manusia dan makhluk lain tidak ada yang sama di dunia. Bahkan “A = A” hanya ada di dalam pikiran manusia. Bahkan anak yang kembar sekalipun tidak ada yang identuk sama persis. Bahkan seseorangpun tidak dapat menyamai namanya sendiri. Oleh karena itu untuk belajar filsafat kuncinya adalah doa, ikhktiar, dan menyadari bahwa melalui belajar filsafat adalah salah satu cara untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Nah, kata mutiara untuk pertemuan kali ini adalah “Pikirkan apa yang engkau kerjakan, kerjakan apa yang engkau pikirkan, doakan apa yang engkau pikirkan dan doakan apa yang engkau kerjakan”.
Tautan:
https://powermathematics.blogspot.com/
https://www.uny.ac.id/ 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar