Selasa, 15 Januari 2019

Eksistensialisme


Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr. Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Tesis
Kata eksistensi berasal dari kata “ex” bemakna keluar, dan “sistensi” bawaan dari kata kerja sisto (berdiri). Maka dari itu kata eksistensi diartikan: manusia berdiri dengan jati dirinya sendiri. Eksistensialime aliran yang fokus terhadap manusia yang bertanggung jawab atas prioritas dirinya baik benar maupun tidak. Ontologi pada pandangan ini ialah subjektif terhadap pendidikan.
Eksistensialisme adalah salah satu pendatang baru dalam dunia filsafat karena aliran Eksistensialisme ini hampir sepenuhnya merupakan produk abad 20. Dalam banyak hal, Eksistensialisme lebih dekat dengan sastra dan seni daripada filsafat formal. Tidak diragukan lagi bahwa Eksistensialisme memusatkan perhatiannya pada emosi manusia daripada pikiran.
Individualisme adalah pilar sentral dari Eksistensialisme. Hanya manusia, yang individual yang mempunyai tujuan. Eksistensialisme berakar pada karya Soren Kierkegaard (1813-1855) dan Friedrich Nietzsche (1844-1900). Kedua orang ini bereaksi terhadap impersonalisme dan Formalisme dari ajaran Kristen dan filsafat spekulatif Hegel. Kierkegaard mencoba merevitalisasi ajaran Kristen dari dalam dengan memberi tempat pada individu dan peran pilihan dan komitmen pribadi. Pada sisi lain, Nietzsche menolak Kekristenan, menyatakan kematian Tuhan dan memperkenalkan ajarannya tentang superman (manusia super). Eksistensialisme merupakan penolakan yang luas terhadap masyarakat yang telah merampas individualitas manusia yang ingin tumbuh dan berkembang.
Secara ontologi, Eksistensialisme yaitu manusia bukan hanya ada tetapi mengada yang berarti aktif untuk tidak dikuasai oleh kodrat. Filsafat ini berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena adanya manusia. Manusia adalah makhluk bebas, akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri. Oleh karena itu, kurikulum tidak boleh bersifat statis namun harus bersifat dinamis yang disesuaikan dengan masanya.
Selanjutnya Eksistensialisme secara epistemologi merupakan aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat Eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Namun, mereka mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh karena itu, mereka menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan pengolahan eksistensia secara tepat, segala yang ada bukan hanya berada, tetapi berada dalam keadaan optimal. Untuk manusia, ini berarti bahwa dia tidak sekedar berada dan eksis dalam kondisi ideal sesuai dengan kemungkinan yang dapat dicapai. Dalam kerangka pemikiran itu, menurut kaum eksistensialis, hidup ini dibuka.
Nilai hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itulah keterbukaan hidup dapat ditanggapi secara baik. Segala sesuatu yang menghambat, mengurangi, atau meniadakan kemerdekaan harus dilawan. Tata tertib, peraturan, hukum harus disesuaikan atau, bila perlu, dihapus dan ditiadakan. Karena adanya tata tertib, peraturan, hukum dengan sendirinya sudah tak sesuai dengan hidup yang terbuka dan hakikat kemerdekaan. Semua itu membuat orang terlalu melihat ke belakang dan mengaburkan masa depan, sekaligus membuat praktik kemerdekaan menjadi tidak leluasa lagi.
Sedangkan secara aksiologi dalam hal etika, karena hidup ini terbuka, kaum eksistensialis memegang kemerdekaan sebagai norma. Bagi mereka, manusia mampu menjadi seoptimal mungkin untuk menyelesaikan proyek hidup itu, kemerdekaan mutlak diperlukan. Berdasarkan dan atas norma kemerdekaan, mereka berbuat apa saja yang dianggap mendukung penyelesaian proyek hidup. Sementara itu, segala tata tertib, peraturan, hukum tidak menjadi bahan pertimbangan. Karena adanya saja sudah mengurangi kemerdekaan dan isinya menghalangi pencapaian cita-cita proyek hidup. Sebagai ganti tata-tertib, peraturan, dan hukum, mereka berpegang pada tanggung jawab pribadi.
Dalam menghadapi perkara untuk menyelesaikan proyek hidup dalam situasi tertentu, pertanyaan pokok mereka adalah apa yang paling baik menurut pertimbangan dan tanggung jawab pribadi seharusnya dilakukan dalam situasi itu. Bagi mereka yang baik adalah menurut pertimbangan norma mereka, bukan berdasarkan perkaranya dan norma masyarakat, negara, atau agama. Segi positif yang sekaligus merupakan kekuatan dan daya tarik etika eksistensialis adalah pandangan tentang hidup, sikap dalam hidup, penghargaan atas peran situasi, penglihatannya tentang masa depan. Berbeda dengan orang lain yang berpikiran bahwa hidup ini sudah selesai, yang harus diterima seperti adanya dan tak perlu diubah, etika eksistensialis berpendapat bahwa hidup ini belum selesai, tidak harus diterima sebagai adanya dan dapat diubah, bahkan harus diubah. Ini berlaku untuk hidup manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan dunia seanteronya.
Anti-Tesis
Didalam kehidupan selalu ada hal yang bernilai benar dan salah yang bersifat Relativisme. Oleh karena itu, dalam membangun dunia diperlukan sifat kritik terhadap diri agar dapat mengembangkan potensi diri secara obyektif dalam dunia pendidikan agar dapat mewujudkan pendidikan ke arah yang lebih baik.
Pengetahuan yang paling penting bagi manusia adalah pengetahuannya tentang realitas kehidupan berikut pilihan hidup yang harus ia ambil. Pendidikan adalah proses manusia dalam mengembangkan kesadaran akan kebebasan memilih dan makna serta tanggung jawab. Pendidikan harus menumbuhkan intensitas kesadaran peserta didik. Mereka harus belajar untuk mengakui bahwa sebagai individu mereka secara terus-menerus, bebas, tanpa dasar, dan kreatif menentukan kebebasannya untuk memilih. Pendidikan harus peduli dengan pengalaman yang efektif, dengan unsur-unsur pengalaman yang subjektif dan personal.
Sintesis
Filsafat pendidikan eksistentialisme memandang pendidikan secara subyektif akan tetapi lebih baik lagi jika juga memandang secara obyektif karena dalam pendidikan juga memerlukan kritik yang membangun dan baik agar dapat menjadikan pendidikan sebagai suatu tujuan nasional yang masanya selalu berubah.
Menurut Eksistensialisme, kebenaran adalah relative bergantung kepada keputusan masing-masing, begitu pula pada nilai-nilai ditentukan oleh setiap individu. Pendidikan menurut filsafat ini bertujuan mengembangkan kesadaran individu, memberikan kebebasan untuk bebas memilih etika, mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, baik dalam bekerja individual maupun kelompok sehingga materi yang dipelajari ditekankan pada kebutuhan langsung dalam kehidupan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar