Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr.
Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
Tesis
Kata eksistensi berasal
dari kata “ex” bemakna keluar, dan “sistensi” bawaan dari kata kerja sisto
(berdiri). Maka dari itu kata eksistensi diartikan: manusia berdiri dengan jati
dirinya sendiri. Eksistensialime aliran yang fokus terhadap manusia yang
bertanggung jawab atas prioritas dirinya baik benar maupun tidak. Ontologi pada
pandangan ini ialah subjektif terhadap pendidikan.
Eksistensialisme adalah
salah satu pendatang baru dalam dunia filsafat karena aliran Eksistensialisme
ini hampir sepenuhnya merupakan produk abad 20. Dalam banyak hal,
Eksistensialisme lebih dekat dengan sastra dan seni daripada filsafat formal.
Tidak diragukan lagi bahwa Eksistensialisme memusatkan perhatiannya pada emosi
manusia daripada pikiran.
Individualisme adalah
pilar sentral dari Eksistensialisme. Hanya manusia, yang individual yang
mempunyai tujuan. Eksistensialisme berakar pada karya Soren Kierkegaard
(1813-1855) dan Friedrich Nietzsche (1844-1900). Kedua orang ini bereaksi
terhadap impersonalisme dan Formalisme dari ajaran Kristen dan filsafat
spekulatif Hegel. Kierkegaard mencoba merevitalisasi ajaran Kristen dari dalam
dengan memberi tempat pada individu dan peran pilihan dan komitmen pribadi.
Pada sisi lain, Nietzsche menolak Kekristenan, menyatakan kematian Tuhan dan
memperkenalkan ajarannya tentang superman
(manusia super). Eksistensialisme merupakan penolakan yang luas terhadap masyarakat
yang telah merampas individualitas manusia yang ingin tumbuh dan berkembang.
Secara ontologi, Eksistensialisme yaitu manusia
bukan hanya ada tetapi mengada yang berarti aktif untuk tidak dikuasai oleh
kodrat. Filsafat ini berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah
eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia
ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena adanya manusia.
Manusia adalah makhluk bebas, akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan
dan komitmennya sendiri. Oleh karena itu, kurikulum tidak boleh bersifat statis
namun harus bersifat dinamis yang disesuaikan dengan masanya.
Selanjutnya
Eksistensialisme secara epistemologi
merupakan aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat
Eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena
memang sudah ada dan tak ada persoalan. Namun, mereka mempersoalkan bagaimana
segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh karena itu, mereka
menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan pengolahan
eksistensia secara tepat, segala yang ada bukan hanya berada, tetapi berada
dalam keadaan optimal. Untuk manusia, ini berarti bahwa dia tidak sekedar
berada dan eksis dalam kondisi ideal sesuai dengan kemungkinan yang dapat
dicapai. Dalam kerangka pemikiran itu, menurut kaum eksistensialis, hidup ini
dibuka.
Nilai hidup yang paling
tinggi adalah kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itulah keterbukaan hidup dapat
ditanggapi secara baik. Segala sesuatu yang menghambat, mengurangi, atau
meniadakan kemerdekaan harus dilawan. Tata tertib, peraturan, hukum harus
disesuaikan atau, bila perlu, dihapus dan ditiadakan. Karena adanya tata
tertib, peraturan, hukum dengan sendirinya sudah tak sesuai dengan hidup yang
terbuka dan hakikat kemerdekaan. Semua itu membuat orang terlalu melihat ke
belakang dan mengaburkan masa depan, sekaligus membuat praktik kemerdekaan
menjadi tidak leluasa lagi.
Sedangkan secara aksiologi dalam hal etika, karena hidup
ini terbuka, kaum eksistensialis memegang kemerdekaan sebagai norma. Bagi
mereka, manusia mampu menjadi seoptimal mungkin untuk menyelesaikan proyek
hidup itu, kemerdekaan mutlak diperlukan. Berdasarkan dan atas norma
kemerdekaan, mereka berbuat apa saja yang dianggap mendukung penyelesaian
proyek hidup. Sementara itu, segala tata tertib, peraturan, hukum tidak menjadi
bahan pertimbangan. Karena adanya saja sudah mengurangi kemerdekaan dan isinya
menghalangi pencapaian cita-cita proyek hidup. Sebagai ganti tata-tertib,
peraturan, dan hukum, mereka berpegang pada tanggung jawab pribadi.
Dalam menghadapi
perkara untuk menyelesaikan proyek hidup dalam situasi tertentu, pertanyaan
pokok mereka adalah apa yang paling baik menurut pertimbangan dan tanggung
jawab pribadi seharusnya dilakukan dalam situasi itu. Bagi mereka yang baik
adalah menurut pertimbangan norma mereka, bukan berdasarkan perkaranya dan
norma masyarakat, negara, atau agama. Segi positif yang sekaligus merupakan
kekuatan dan daya tarik etika eksistensialis adalah pandangan tentang hidup,
sikap dalam hidup, penghargaan atas peran situasi, penglihatannya tentang masa
depan. Berbeda dengan orang lain yang berpikiran bahwa hidup ini sudah selesai,
yang harus diterima seperti adanya dan tak perlu diubah, etika eksistensialis
berpendapat bahwa hidup ini belum selesai, tidak harus diterima sebagai adanya
dan dapat diubah, bahkan harus diubah. Ini berlaku untuk hidup manusia sebagai
pribadi, masyarakat, bangsa dan dunia seanteronya.
Anti-Tesis
Didalam kehidupan
selalu ada hal yang bernilai benar dan salah yang bersifat Relativisme. Oleh
karena itu, dalam membangun dunia diperlukan sifat kritik terhadap diri agar
dapat mengembangkan potensi diri secara obyektif dalam dunia pendidikan agar
dapat mewujudkan pendidikan ke arah yang lebih baik.
Pengetahuan
yang paling penting bagi manusia adalah pengetahuannya tentang realitas
kehidupan berikut pilihan hidup yang harus ia ambil. Pendidikan adalah proses
manusia dalam mengembangkan kesadaran akan kebebasan memilih dan makna serta
tanggung jawab. Pendidikan harus menumbuhkan intensitas
kesadaran peserta didik. Mereka harus belajar untuk mengakui bahwa sebagai
individu mereka secara terus-menerus, bebas, tanpa dasar, dan kreatif
menentukan kebebasannya untuk memilih. Pendidikan harus peduli dengan pengalaman
yang efektif, dengan unsur-unsur pengalaman yang subjektif dan personal.
Sintesis
Filsafat pendidikan
eksistentialisme memandang pendidikan secara subyektif akan tetapi lebih baik
lagi jika juga memandang secara obyektif karena dalam pendidikan juga
memerlukan kritik yang membangun dan baik agar dapat menjadikan pendidikan
sebagai suatu tujuan nasional yang masanya selalu berubah.
Menurut
Eksistensialisme, kebenaran adalah relative bergantung kepada keputusan
masing-masing, begitu pula pada nilai-nilai ditentukan oleh setiap individu.
Pendidikan menurut filsafat ini bertujuan mengembangkan kesadaran individu,
memberikan kebebasan untuk bebas memilih etika, mendorong pengembangan
pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, baik dalam bekerja
individual maupun kelompok sehingga materi yang dipelajari ditekankan pada
kebutuhan langsung dalam kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar