Senin, 14 Januari 2019

Monoisme


Filsafat Pendidikan Monoisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr. Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Tesis
Filsuf Modern seperti Immanuel Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monoisme, terutama pada pandangan Idealisme mereka. Secara ontologi aliran yang merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas perenungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”.
Aliran Monoisme ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Secara epistemologis dari Monoisme, kita dapat bertolak dari filsuf terdahulu yang mempopulerkan Monoisme ini. Monoisme adalah aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya. Para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini, yaitu: Thales (625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi, yaitu air. Anaximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia. Anaximenes (585-528) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah udara. Filsuf modern yang termasuk penganut Monoisme adalah Baruch Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan yang dalam hal ini Tuhan diidentikkan dengan alam (naturans naturata).
Plato (427-347 SM) adalah tokoh filsafat yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah Monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Aliran ini berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa. Plato dalam Surajiyo (2009) berpendapat bahwa jiwa lebih agung dari badan, jiwa telah ada di ‘alam atas’ sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam hidup duniawi, lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana.
 Adapun manfaat Monoisme atau aksiologisnya pada konteks pendidikan, istilah spiritual menjadi lebih hits dan mudah ditangkap oleh para pembaca. Implikasi filsafat Monoisme atau spiritualisme pada pendidikan diantaranya adalah melalui adanya pendidikan spritual. Pendidikan dapat dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang didapat dari proses pembelajaran yang diberikan oleh gurunya. Bukan hanya itu, dalam riset oleh beberapa ahli menyebutkan, bahwa spiritualitas adalah urutan pertama dalam menentukan keberhasilan seseorang. Maka jika dihubungkan dengan pendidikan Islam, spiritualitas haruslah dikedepankan, karena selain moralitas akan melekat dalam diri, spiritualitas juga akan menjadi pacuan atau pondasi kita saat menggapai dan setelah mencapai keberhasilan.
Anti-Tesis
Jika dilihat pada zaman sekarang ini pendidikan tidak hanya bergantung pada satu unsur saja, seperti bergantung kepada peserta didik. Namun keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar juga ditentukan oleh faktor guru yang kreatif, inovatif sehingga dapat memotivasi peserta didik dalam proses belajarnya. Karena jika unsur pendidikan yang hanya bergantung pada satu atau dua unsur diyakini tidak akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Anti tesis dari aliran ini adalah bahwa jiwa dan raga saling melengkapi dalam mencapai tujuan dalam pendidikan. Jika hanya berdasarkan jiwa tanpa badan maka akan sulit untuk  mengimplementasikan tujuan yang diharapkan sedangkan raga tanpa jiwa maka akan kesulitan dalam mengarahkan tujuan awalnya.
Sintesis
Aliran Monoisme ini hanya berfokus pada satu yang ada saja. Akan tetapi dapat kita yakini bahwa pada kontemporer saat ini diperlukan sinergitas antara satu unsur dengan unsur lainnya agar dapat mendukung terciptanya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, aliran ini memandang bahwa hanya satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya yang menjadi sumber pokok dan dominan dalam menentukan perkembangan yang lainnya.
Selain itu, aliran filsafat pendidikan ini memandang bahwa jiwa lebih agung dari badan, jiwa telah ada di ‘alam atas’ sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam hidup duniawi sehingga diperlukan adanya sinergi antara jiwa dan raga dalam mencapai tujuan dalam pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar