Filsafat Pendidikan Monoisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr.
Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
Tesis
Filsuf Modern seperti
Immanuel Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monoisme, terutama pada
pandangan Idealisme mereka. Secara ontologi
aliran yang merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan
filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani
bernama Thales atas perenungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan
sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan
asal mula dari segala sesuatu”.
Aliran Monoisme ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya
satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal,
baik yang asal berupa materi maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat
masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Secara epistemologis dari Monoisme, kita
dapat bertolak dari filsuf terdahulu yang mempopulerkan Monoisme ini.
Monoisme adalah aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan
fundamental. Kenyataan tersebut berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi
lainnya. Para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini, yaitu: Thales
(625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu
substansi, yaitu air. Anaximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang
merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron,
yaitu sesuatu yang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan tidak memiliki
persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia. Anaximenes (585-528)
berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah
udara. Filsuf modern yang termasuk penganut Monoisme adalah Baruch Spinoza yang
berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan yang dalam hal ini Tuhan
diidentikkan dengan alam (naturans
naturata).
Plato (427-347 SM) adalah tokoh filsafat yang bisa
dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan
kenyataan yang sebenarnya. Istilah Monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan
Block Universe. Aliran ini berpendapat bahwa yang
terpenting pada diri manusia adalah jiwa. Plato dalam Surajiyo (2009)
berpendapat bahwa jiwa lebih agung dari badan, jiwa telah ada di ‘alam atas’
sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam hidup duniawi, lalu
terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana.
Adapun
manfaat Monoisme atau aksiologisnya pada
konteks pendidikan, istilah spiritual menjadi lebih hits dan mudah ditangkap
oleh para pembaca. Implikasi filsafat Monoisme atau spiritualisme pada
pendidikan diantaranya adalah melalui adanya pendidikan spritual. Pendidikan
dapat dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu mengaplikasikan
nilai-nilai yang didapat dari proses pembelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Bukan hanya itu, dalam riset oleh beberapa ahli menyebutkan, bahwa
spiritualitas adalah urutan pertama dalam menentukan keberhasilan seseorang.
Maka jika dihubungkan dengan pendidikan Islam, spiritualitas haruslah
dikedepankan, karena selain moralitas akan melekat dalam diri, spiritualitas
juga akan menjadi pacuan atau pondasi kita saat menggapai dan setelah
mencapai keberhasilan.
Anti-Tesis
Jika dilihat pada zaman
sekarang ini pendidikan tidak hanya bergantung pada satu unsur saja, seperti
bergantung kepada peserta didik. Namun keberhasilan proses kegiatan belajar
mengajar juga ditentukan oleh faktor guru yang kreatif, inovatif sehingga dapat
memotivasi peserta didik dalam proses belajarnya. Karena jika unsur pendidikan
yang hanya bergantung pada satu atau dua unsur diyakini tidak akan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Anti tesis dari aliran
ini adalah bahwa jiwa dan raga saling melengkapi dalam mencapai tujuan dalam pendidikan.
Jika hanya berdasarkan jiwa tanpa badan maka akan sulit untuk mengimplementasikan tujuan yang diharapkan
sedangkan raga tanpa jiwa maka akan kesulitan dalam mengarahkan tujuan awalnya.
Sintesis
Aliran Monoisme ini
hanya berfokus pada satu yang ada saja. Akan tetapi dapat kita yakini bahwa
pada kontemporer saat ini diperlukan sinergitas antara satu unsur dengan unsur
lainnya agar dapat mendukung terciptanya tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
aliran ini memandang bahwa hanya satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal
berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing
bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya yang menjadi sumber pokok dan
dominan dalam menentukan perkembangan yang lainnya.
Selain itu, aliran
filsafat pendidikan ini memandang bahwa jiwa lebih agung dari badan, jiwa telah
ada di ‘alam atas’ sebelum masuk ke dalam badan, jiwa itu terjatuh ke dalam
hidup duniawi sehingga diperlukan
adanya sinergi antara jiwa dan raga dalam mencapai tujuan dalam pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar