Senin, 14 Januari 2019

Realisme


Filsafat Pendidikan Realisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr. Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Tesis
Realisme berasal dari kata bahasa Inggris yaitu real atau nyata. Selain itu Realisme juga berasal dari kata Latin, yaitu realis yang berarti nyata. Dapat juga diartikan yang ada secara fakta, tidak dibayangkan atau diperkirakan. Adapun kata fakta dalam bahasa Indonesia berarti hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan sebuah kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi dalam kehidupan.
Kaum Realis, tokohnya adalah Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid dari Plato, memandang bahwa objek matematika sebagai di luar pikiran; dengan demikian matematika bersifat kongkret. Bagi kaum Realis, tiadalah matematika jika tidak berdasar pada pengalaman (pengalaman dianggap di luar pikiran). Maka untuk memelajari matematika, guru harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memeroleh dan menggunakan pengalaman melakukan kegiatan matematika menggunakan benda-benda kongkret. Contoh produk kaum Realis adalah Matematika Sekolah (Marsigit, 2013).
Pada dasarnya aliran ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik. Realisme terdiri dari tiga golongan, yaitu Realisme humanistik, Realisme sosial, dan Realisme yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian pengetahuan yang luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau Realisme ilmu menekankan pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561-1626) seorang tokoh Realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Pandangannya tentang manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya.
Realisme secara ontologi, berarti konsep-konsep umum yang disusun oleh budi manusia yang terdapat dalam kenyataan dan lepas dari pikiran manusia. Sedangkan dalam arti umum, Realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata Realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis. Aliran Realisme mempersoalkan objek pengetahuan manusia. Aliran Realisme memandang bahwa objek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia. Contohnya sebuah kursi itu ada karena ada yang membuatnya, begitu juga dengan adanya alam yang berarti ada yang membuatnya. Tetapi kaum realis tidak mempercayai adanya ruh karena yang ada hanyalah jiwa. Kaum realis ini juga berpendapat bahwa tidak ada kehidupan sesudah kematian
Aliran Realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh yang  bersifat dualistis yaitu hal fisik dan rohani, dalam pendidikan ada subjek  yang mengetahui tentang manusia dan alam. Kajian yang mendalam mengenai Realisme ini lebih cenderung kepada politik, namun beberapa subjek membahas mengenai pendidikan. Aliran Realisme pendidikan dipelopori oleh beberapa orang filsuf diantaranya adalah David Hume, John Stuart Mill. Menurut Realisme, yang dimaksud dengan hakikat kenyataan itu berada pada ”hal” atau ”benda”. Jadi, bukan sesuatu yang terlepas atau dilepaskan dari pemiliknya. Oleh karena itu, wajar bila yang menjadi perhatian pertama dalam pendidikan adalah apa yang ada pada diri peserta didik.
Selanjutnya pada aspek epistemologi, Realisme dalam pendidikan merupakan proses ilmiah yang ditujukan pada hal-hal yang beranekaragam persoalan pendidikan seperti mengenai realitas peserta didik, pendidik, dan isi pendidikan, strategi dan lain sebagainya yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok sebagai dasar utama dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Aliran filsafat Realisme dalam pendidikan tidak hanya bergantung kepada peserta didik akan tetapi apa yang ada pada diri guru dan materi apa yang akan diajarkan sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan dan semestinya. Selanjutnya karakteristik dan minat serta bakat peserta didik ikut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, selain pendampingan yang diberikan oleh guru dan orang tua peserta didik. Karena itu tugas mendidik bukan hanya tugas guru namun juga orang tua peserta didik di rumah karena jika hanya bergantung kepada guru maka akan ada ketimpangan baik itu berupa pengetahuan maupun mental pada diri peserta didik.
Sedangkan Realisme secara aksiologi, mengajarkan bahwa menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang tumbuh dan berkembang merupakan tugas paling penting di sekolah. Oleh karena itu, inisiatif dalam penerapannya terletak pada guru sebagai pengalihan warisan bukan pada peserta didik. Sehingga guru yang selalu memutuskan ke arah mana peserta didik mau diarahkan dan apa saja subjek materi yang mesti mereka pelajari merupakan guru yang termasuk inisiatif dalam membelajarkan peserta didik-peserta didiknya.
Anti-Tesis
Secara normatif, Realisme adalah anti-tesis dari Idealisme; maka Pendidikan Realisme Mutlak bersifat Anti-Idealisme (Marsigit, 2014). Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-obyek yang kita serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut. Obyek-obyek tersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak tergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, akan tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari. Menurut Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda kongkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata adalah dunia yang kita cari. Bentuk (form) atau idea dan prinsip keteraturan dan materi tidak dapat dipisahkan.
Selain Realisme rasional dan Realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai Realisme, yaitu neo-Realisme dan Realisme kritis. Neo-Realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan Realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara Empirisme dan Rasionalisme, skeptimisme dan Absolutisme, serta eudaeMonoisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Menurutnya pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, tidak semua manusia itu sama dalam menangkap pelajaran karena kemampuan tiap orang berbeda-beda sehingga harus disesuaikan dalam proses pendidikan.
Sintesis
Berdasarkan tesis dan anti-tesis dapat dijelaskan bahwa dalam mencapai sebuah tujuan pendidikan yang diharapkan menurut aliran Realisme tidak hanya bergantung pada apa yang ada dalam diri peserta didik, namun juga bergantung pada siapa dan bagaimana guru mengajarkan peserta didik serta materi apa yang perlu dan tidak perlu diajarkan kepada peserta didik dengan mengenang bahwa peserta didik dan guru mempunyai keterbatasannya masing-masing dalam menyerap segala hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam pendidikan perlu adanya sinergitas antara guru, orang tua dan peserta didik yang mempunyai andil masing-masing dalam terbentuknya mental dan pengetahuan peserta didik dalam setiap tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif dan efisien antara guru, orang tua, dan peserta didik perlu tetap dijaga dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi Realisme menjadi dua, yaitu: Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari Realisme klasik dan Realisme religius. Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas, sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan peserta didik hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar