Senin, 14 Januari 2019

Idealisme

Filsafat Pendidikan Idealisme
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr. Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Tesis:
Idealisme merupakan sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Idealisme menekankan pada kebenaran yang tak berubah dan mempunyai pengaruh kuat terhadap pemikiran kefilsafatan. Puncak Idealisme berada pada masa abad ke-18 dan 19, yaitu pada saat Jerman sedang memiliki pengaruh besar di Eropa.
Idealisme secara ontologi merupakan hakekat segala sesuatu terletak pada ide atau pikiran manusia. Kaum Idealis, tokohnya adalah Plato memandang bahwa objek matematika berada di dalam pikiran manusia; dengan demikian matematika bersifat ideal, abstrak dan sempurna. Objek di dalam pikiran manusia diperoleh dengan cara idealisasi, yaitu menganggap sempurna matematika; dan abstraksi, yaitu memelajari sifat tertentu saja (Marsigit, 2013).
Dalam mencari kebenaran, Plato berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata karena dunia nyata bersifat kekal dan akan selalu mengalami perubahan. Artinya bahwa dunia materi bukanlah dunia yang sebenarnya, tetapi hal itu merupakan analogi yang dihasilkan oleh panca indera manusia. Berkaitan dengan hal ini, Knight (2004) mengemukakan bahwa realitas bagi Idealisme adalah dunia penampakan yang ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas yang ditangkap melalui kecerdasan akal pikiran (mind). Dunia akal pikir terfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting daripada dunia empiris indrawi. Lebih lanjut, ia juga mengemukakan bahwa ide gagasan yang lebih dulu ada dibandingkan objek-objek material yang dapat diilustrasikan dengan kontruksi sebuah kursi. Dimana para penganut Idealisme berpandangan bahwa seseorang harus telah mempunyai ide tentang kursi dalam akal pikirannya sebelum ia dapat membuat kursi untuk didudukinya. Metafisika Idealisme nampaknya dapat dirumuskan sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan seseorang.
Selanjutnya secara epistemologi, Plato memandang bahwa Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa, jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Ketika Idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran, maka dapat diketahui bahwa teori mengetahui (epistemologi) pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental untuk menyerap segala ide-ide, gagasan dan konsep. Dalam pandangan Idealisme mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat, mendengar atau meraba, akan tetapi lebih sebagai tindakan menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam akal pikiran yang konsistensi dan koherensi. Para penganut Idealisme memberikan perhatian besar pada upaya pengembangan suatu sistem kebenaran yang mempunyai konsistensi logis. Sesuatu akan bernilai benar jika ia selaras dengan keharmonisan hakikat alam semesta. Sedangkan segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta maka harus ditolak karena merupakan sesuatu yang salah.
Sedangkan secara aksiologi, Idealisme berakar kuat pada cara metafisikanya. Menurut Knight (2004), jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam kerangka makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Dari sudut pandang ini, makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar Pikir Absolut, sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensoriknya dapat dipandang sebagai bayangan dari apa yang sejatinya telah ada. Dalam konsepsi demikian, tentu akan membuktikan bahwa baik kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan itu berada di luar diri manusia karena berada pada hakikat realitas kebenaran itu sendiri dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abadi dan baku.
Adapun beberapa pandangan para filsuf terhadap Idealisme adalah sebagai berikut:
1.      Fichte memakai nama Idealisme subyektif, jadi pandangan-pandangan berasal dari subyek-subyek tertentu, dia menyandarkan keunggulan moral untuk sebuah etika manusia yang ideal. Dia diduga sebagai pendiri Idealisme di jerman.
2.      Hegel mengangkat Idealisme subyektif dan obyektif untuk menggambarkan tesis dan antitesis secara berturut-turut. Hegel sendiri mengemukakan pandangannya sendiri yang disebut Idealisme absolut sebagai sintesis yang lebih tinggi dibanding unsur yang membentuknya (tesis dan antitesis).
3.      Kant menyebut pandangannya dengan istilah Idealisme transendental atau Idealisme kritis. Dalam alternatif ini isi pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya sendiri, dan ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. Schelling telah menggunakan istilah Idealisme transendental sebagai pengganti Idealisme subyektif (Wikipedia).
Anti-Tesis
Substansi atau materi pembelajaran di sekolah saat ini lebih berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Oleh karena itu, empiris indrawi sebagai objek material yang akan dipelajari perlu untuk dipikirkan dan dirumuskan terlebih dahulu agar dalam perencanaan dan pengarahannya sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Para penganut Idealisme memberikan perhatian besar pada upaya pengembangan suatu sistem kebenaran yang mempunyai konsistensi logis. Sesuatu benar ketika ia selaras dengan keharmonisan hakikat alam semesta. Segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta harus ditolak karena sebagai sesuatu yang salah. Dalam Idealisme, kebenaran adalah sesuatu yang inheren dalam hakikat alam semesta. Oleh karena itu, ia telah dulu ada dan terlepas dari pengalaman.
Dengan demikian, cara yang digunakan untuk meraih kebenaran tidaklah bersifat empirik. Penganut Idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan rasio dalam fungsinya meraih dan mengembangkan pengetahuan. Metode-metode inilah yang paling tepat dalam menggumuli kebenaran sebagai ide gagasan, dimana ia merupakan pendidikan epistemologi dasar dari Idealisme. Dalam pandangan Idealisme, kehidupan etik dapat direnungkan sebagai suatu kehidupan yang dijalani dalam keharmonisan dengan alam (universe).
Sintesis

Uraian tesis dan antitesis di atas, dapat dipahami bahwa meskipun Idealisme berpandangan yang berfokus pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun demikian ia tidak menafikan unsur materi yang bersifat empiris indrawi. Pandangan Idealisme tidak memisahkan antara sesuatu yang bersifat abstrak yang ada dalam tataran ide dengan dunia materi. Akan tetapi yang ditekankan adalah bahwa yang utama adalah dunia ide karena dunia materi tidak akan pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam tataran ide atau pikiran manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar