Filsafat Pendidikan Konstruksi-Sosial
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr.
Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
Tesis
Istilah konstruksi atas realitas sosial
(social construction of
reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter Berger
dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of
Knowledge Tahun 1966. Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan
interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas
yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif (Tamburaka, 2012:75).
Hal ini berpengaruh
dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat. Kenyataan hidup sehari-hari,
yang diterima sebagai kenyataan oleh masyarakat merupakan faktisitas
yang memaksa dan sudah jelas dengan sendirinya, dan juga akan berlangsung
terus-menerus. Masyarakat dapat saja menyangsikan atau megubahnya, sehingga
untuk megubah kenyataan perlu peralihan yang sangat besar, kerja keras,
dan pikiran kritis. Kenyataan hidup merupakan berupa kegiatan rutin sehari-hari
berlangsung terus tanpa interupsi maka kenyataan itu tidak menimbulkan masalah.
Kesinambungan kenyataan muncul dimana suatu masalah, misalnya
konstruksi sosial yang terjadi pada peserta didik dalam mengikuti lembaga
bimbingan belajar, kesinambungan terjadi ketika peserta didik memiliki
pandangan berbeda pada lembaga bimbingan belajar non formal. Peserta
didik di sisi lain memiliki pandangan positif pada lembaga bimbingan
sehingga objektivasi terhadap lembaga bimbingan belajar bernilai positif
begitupun sebaliknya. (Prastiwi, 2014:4-5).
Konstruksi-sosial
secara ontologis, berusaha
memberikan pemahaman tentang makna, norma, peran, dan aturan bekerja dalam
komunikasi. Teori-teori dalam tradisi ini mengeksplorasi dunia interaksional
dan menyatakan bahwa rangkaian tatanan diluar tidaklah objektif, tapi
dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, komunitas, dan budaya
(Littlejohn & Foss, 2008; Littlejohn & Foss, 2011). Fokus teori-teori
dalam paradigma ini adalah pola interaksi antarindividu yang prosesnya
melibatkan makna, peran, aturan, dan nilai-nilai budaya. Teori dalam tradisi
ini kurang memberikan perhatian pada kajian di level individu walaupun
berkaitan dengan bagaimana memproses informasi secara
kognitif. Sebaliknya, teori ini lebih menaruh perhatian pada
bagaimana memahami orang menciptakan realitas secara bersama-sama dikelompok,
organisasi. Tradisi ini tidak berkaitan dengan usaha memahami bagaimana
karakteristik individu. Semua pengetahuan menurut tradisi ini bersifat
interpretif dan dikonstruksi. Budaya konteks dalam tradisi ini dinilai
memainkan peran penting dalam komunikasi. Simbol dianggap penting pada semua
interaksi namun maknanya berbeda-beda sesuai dengan situasi (Littlejohn &
Foss, 2008; Craig & Muller, 2007).
Secara epistemologi, konstruksi-sosial adalah
suatu istilah yang digunakan oleh Berger dan Luckman untuk mengembangkan proses
dimana melalui tindakan dan interaksinya menciptakan terus menerus suatu
kenyataan yang dimiliki bersama yang dialami secara factual obyektif
dan penuh arti secara subyektif. Dengan adanya konstruksi sosial sehingga
sebagian besar individu memilki sifat subyektif dikarenakan struktur dalam
dunia sosial sangat berpengaruh terhadap kesadaran individu, secara langsung
maupun tidak langsung individu sangat sulit untuk bersifat obyektif dalam dunia
sosial. Begitu pula konstruksi sosial juga dapat berdampak negatif maupun
positif, sesuai tujuan masyarakat sosial dimana masyarakat dapat menerima
fenomena yang terjadi dengan baik akan menimbulkan konstruksi sosial yang
berdampak positif, begitu pula bila masyarakat tidak dapat menerima fenomena
dalam masyarakat akan berdampak negatif. (Prastiwi, 2014: 3).
Konstruksi-sosial
adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan
adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia
mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek,
fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar
bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
yang sesuai (Suparno, 2008: 28).
Mengenai kajian aksiologis khususnya di bidang
pendidikan, konstruksi sosial merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (Von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001: 3). Pandangan konstruksi sosial dalam pembelajaran
mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya
sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing peserta
didik ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin dalam Yusuf, 2003).
Konstruks- sosial
terjadi karena adanya interaksi dari kelompok-kelompok sosial yang memiliki
tujuan yang sama dan pandangan yang sama pula yang terjadi secara
terus-menerus dan berulang-ulang (Prastiwi, 2013:7). Lembaga belajar merupakan
suatu proses timbal balik yang meliputi proses aksi reaksi, stimulus dan respon
dalam suatu bentuk kontak sosial, komunikasi sosial dan tindakan sosial.
Kesadaran individu terhadap lingkungan sekitar, dimana subjek memaknai, melihat
dirinya sebagai individu yang tidak bisa bebas dari pengaruh perlakuan
lingkungan terhadap dirinya. Pendidikan luar sekolah atau nonformal adalah
kegiatan yang sistemik, yaitu kegiatan yang memiliki komponen, proses, dan
tujuan program. Berdasarkan sub system pendidikan luar sekolah maka
komponen-komponen program pendidikan luar sekolah terdiri atas masukan
lingkungan (environmental input),
masukan sarana (instrumental input),
masukan mentah (raw input), dan
masukan lain (other input).
Anti-Tesis
Bagi kaum konstruksi-sosial, pengetahuan itu bukanlah suatu
yang sudah pasti, tetapi merupakan suatu proses menjadi. Menurut
Wadsworth dalam Suparno (2008), teori perkembangan intelektual Piaget
dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Teori pengetahuan Piaget
adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi
dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup,
demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman,
tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang
untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema
pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total.
Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis
maupun pengalaman mental.
Konstruksi-sosial harus
dipahami sebagai roh yang menggerakkan subyek-subyek pendidikan sehingga akan
lahirlah inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Saran yang dapat
penulis berikan pada penulisan makalah ini adalah sebaiknya sistem pembelajaran
yang diterapkan mengacu pada pendekatan karena dari karakteristik
pembelajarannya yang dapat memberikan sumbangan besar dalam membentuk manusia
yang kreatif, produktif, dan mandiri. Guru sebagai subjek sentral dalam
pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran.
Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang
menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai
sehingga peserta didik bisa berkembang secara optimal dan alamiah.
Sintesis
Filsafat Konstruksi-sosial
beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia
menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek,
fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar
bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
yang sesuai. Prinsip-prinsip Konstruktivisme telah banyak digunakan dalam
pendidikan sains dan matematika, namun demikian sekarang prinsip-prinsip
tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran.
Kaum konstruktivis-sosial
berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur
kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang
menekankan aktivitas personal peserta didik agar proses belajar dapat berjalan
lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat
perkembangan kognitif peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar