Selasa, 15 Januari 2019

Konstruksi-Sosial


Filsafat Pendidikan Konstruksi-Sosial
Muhammad Fendrik, M.Pd dan Prof. Dr. Marsigit, MA
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Tesis
Istilah  konstruksi  atas  realitas  sosial (social  construction  of reality)  menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge Tahun 1966. Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif (Tamburaka, 2012:75).
Hal ini berpengaruh dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat. Kenyataan hidup sehari-hari, yang diterima sebagai kenyataan oleh  masyarakat merupakan faktisitas yang memaksa dan sudah jelas dengan sendirinya, dan juga akan berlangsung terus-menerus. Masyarakat dapat saja menyangsikan atau megubahnya, sehingga untuk megubah kenyataan perlu peralihan yang sangat besar, kerja keras, dan pikiran kritis. Kenyataan hidup merupakan berupa kegiatan rutin sehari-hari berlangsung terus tanpa interupsi maka kenyataan itu tidak menimbulkan masalah. Kesinambungan kenyataan muncul dimana suatu masalah, misalnya konstruksi sosial yang terjadi pada peserta didik dalam mengikuti lembaga bimbingan belajar, kesinambungan terjadi ketika peserta didik memiliki pandangan berbeda pada lembaga bimbingan belajar  non formal. Peserta didik di sisi lain memiliki pandangan positif  pada lembaga bimbingan sehingga objektivasi terhadap lembaga bimbingan belajar bernilai positif begitupun sebaliknya. (Prastiwi, 2014:4-5).
Konstruksi-sosial secara ontologis, berusaha memberikan pemahaman tentang makna, norma, peran, dan aturan bekerja dalam komunikasi. Teori-teori dalam tradisi ini mengeksplorasi dunia interaksional dan menyatakan bahwa rangkaian tatanan diluar tidaklah objektif, tapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, komunitas, dan budaya (Littlejohn & Foss, 2008; Littlejohn & Foss, 2011). Fokus teori-teori dalam paradigma ini adalah pola interaksi antarindividu yang prosesnya melibatkan makna, peran, aturan, dan nilai-nilai budaya. Teori dalam tradisi ini kurang memberikan perhatian pada kajian di level individu walaupun berkaitan dengan bagaimana memproses informasi secara kognitif.  Sebaliknya, teori ini lebih menaruh perhatian pada bagaimana memahami orang menciptakan realitas secara bersama-sama dikelompok, organisasi. Tradisi ini tidak berkaitan dengan usaha memahami bagaimana karakteristik individu. Semua pengetahuan menurut tradisi ini bersifat interpretif dan dikonstruksi. Budaya konteks dalam tradisi ini dinilai memainkan peran penting dalam komunikasi. Simbol dianggap penting pada semua interaksi namun maknanya berbeda-beda sesuai dengan situasi (Littlejohn & Foss, 2008; Craig & Muller, 2007).
Secara epistemologi, konstruksi-sosial adalah suatu istilah yang digunakan oleh Berger dan Luckman untuk mengembangkan proses dimana melalui tindakan dan interaksinya menciptakan terus menerus suatu kenyataan yang dimiliki bersama  yang dialami secara factual obyektif dan penuh arti secara subyektif. Dengan adanya konstruksi sosial sehingga sebagian besar individu memilki sifat subyektif dikarenakan struktur dalam dunia sosial sangat berpengaruh terhadap kesadaran individu, secara langsung maupun tidak langsung individu sangat sulit untuk bersifat obyektif dalam dunia sosial. Begitu pula konstruksi sosial juga dapat berdampak negatif maupun positif, sesuai tujuan masyarakat sosial dimana masyarakat dapat menerima fenomena yang terjadi dengan baik akan menimbulkan konstruksi sosial yang berdampak positif, begitu pula bila masyarakat tidak dapat menerima fenomena dalam masyarakat akan berdampak negatif. (Prastiwi, 2014: 3).
Konstruksi-sosial adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai (Suparno, 2008: 28).
Mengenai kajian aksiologis khususnya di bidang pendidikan, konstruksi sosial merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001: 3). Pandangan konstruksi sosial dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin dalam Yusuf, 2003).
Konstruks- sosial terjadi karena adanya interaksi dari kelompok-kelompok sosial yang memiliki tujuan  yang sama dan pandangan yang sama pula yang terjadi secara terus-menerus dan berulang-ulang (Prastiwi, 2013:7). Lembaga belajar merupakan suatu proses timbal balik yang meliputi proses aksi reaksi, stimulus dan respon dalam suatu bentuk kontak sosial, komunikasi sosial dan tindakan sosial. Kesadaran individu terhadap lingkungan sekitar, dimana subjek memaknai, melihat dirinya sebagai individu yang tidak bisa bebas dari pengaruh perlakuan lingkungan terhadap dirinya. Pendidikan luar sekolah atau nonformal adalah kegiatan yang sistemik, yaitu kegiatan yang memiliki komponen, proses, dan tujuan program. Berdasarkan sub system pendidikan luar sekolah maka komponen-komponen program pendidikan luar sekolah terdiri atas masukan lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental input), masukan mentah (raw input), dan masukan lain (other input).
Anti-Tesis
Bagi kaum konstruksi-sosial, pengetahuan itu bukanlah suatu yang sudah pasti, tetapi merupakan suatu proses menjadi. Menurut Wadsworth dalam Suparno (2008), teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman, tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental.
Konstruksi-sosial harus dipahami sebagai roh yang menggerakkan subyek-subyek pendidikan sehingga akan lahirlah inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Saran yang dapat penulis berikan pada penulisan makalah ini adalah sebaiknya sistem pembelajaran yang diterapkan mengacu pada pendekatan karena dari karakteristik pembelajarannya yang dapat memberikan sumbangan besar dalam membentuk manusia yang kreatif, produktif, dan mandiri. Guru sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran. Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai sehingga peserta didik bisa berkembang secara optimal dan alamiah.
Sintesis
Filsafat Konstruksi-sosial beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai. Prinsip-prinsip Konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika, namun demikian sekarang prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran.
Kaum konstruktivis-sosial berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar